Tantangan Membangun Pendidikan di Daerah Pinggiran

Membangun pendidikan di daerah pinggiran memiliki tantangan yang berat. Tidak hanya soal fisik, psikologi massa menjadi persoalan tersendiri.

Hal ini terungkap dalam pidato Wakil Bupati Jember Drs. KH Abdul Muqit Arief saat sambutan acara sosialisasi Nur Fadli Foundation, Kamis (4/1/2018), di RM Jakarta Corner Kaliwates.

Karena itu, Wabup memberikan apresiasi terhadap Nur Fadli yang mampu mendirikan yayasan meski belum kaya, berbeda dengan orang pada umumnya yang mendirikan yayasan setelah memiliki cukup kekayaan.

Bahkan Nur Fadli telah belasan tahun bergelut dengan pendidikan daerah pinggiran secara mandiri dan mampu membangun sepuluh sekolahan.

“Bukan hanya soal fisik, tapi juga soal psikologi massa dan lain sebagainya,” kata Wabup tentang tantangan membangun pendidikan di daerah pinggiran.

Pria yang akrab dipanggil Kiai Muqiet ini menceritakan pengalaman mengelola pendidikan di pedesaan, yang mendapat tantangan pernikahan dini.

“Di tempat saya, saya sampai kekurangan ayat dan hadits untuk meyakinkan masyarakat supaya tidak kawin muda,” tutur Wabup memulai cerita pengalamannya.

Sebelum menjadi orang nomor dua di Kabupaten Jember, pria yang akrab disapa Kiai Muqiet ini mengajar di Pondok Pesantren Al Falah Silo yang diasuhnya.

Namun, dorongan itu tidak mengubah sikap masyarakat terhadap anak putrinya. “Alasannya macam-macam. Katanya mertuanya sudah datang tiga kali, anaknya sudah rukun, dan macam macam,” kata Wabup.

Tidak kehabisan akal, saat akhir tahun ajaran Kiai Muqiet memberikan pengumuman penting kepada para wali murid.

Pengumuman itu mempersilakan para orang tua menikahkan anak putrinya meski masih SMP.

“Tapi dengan satu catatan tidak usah mengundang saya, tidak usah mengundang teman-temannya,” kata Wabup. “Disini kami sibuk mengajar dan teman temannya sibuk sekolah,” lanjutnya.

Kehadiran kiai dan teman sekolah dalam pesta pernikahan menjadi kebanggaan masyarakat desa.

“Alhamdulillah manjur. Tahun berikutnya ada yang menikah baru kelas tiga SMP, (saya) tidak datang.”

“Boikot..!” Wabup lantas tertawa bersama peserta sosialisasi. “Sekarang tidak ada lagi santri putri yang menikah sebelum selesai SLTA,” ungkap Wabup.

Pengalaman tersebut, masih kata Wabup, merupakan pengalaman betapa sulitnya merintis pendidikan di daerah pinggiran.

Semenyara Nur Fadli menjelaskan Nur Fadli Foundation baru berdiri satu bulan. Namun, kiprah di bidang pendidikan sejak 17 tahun lalu.

“Kami dirikan sekolah sekolah di daerah pelosok, khususnya di pinggiran Kota Jember,” terang Nur Fadli.

Pendirian sekolah di daerah pinggiran juga akan dilaksanakan di Kabupaten Banyuwangi.

“Ada suatu wilayah yang masih minim pendidikannya dan sudah ada yang membiayai,” ungkapnya.

Selain di bidang pendidikan, Nur Fadli Foundation juga bergerak di bidang lingkungan hidup dan anak yatim. (izza/*f2)